Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

17 Mandi yang Disunnahkan Dalam Islam Beserta Dalilnya

mandi-yang-disunahkan-dalam-islam
Ilustrasi Gambar (Doc. PAC IPNU IPPNU Mayong)


Jepara, biliksantri.com - Mandi adalah kegiatan yang sering dilakukan untuk mensucikan diri baik dari hadas kecil maupun besar. Mandi besar menjadi wajib bagi orang yang junub, haid, nifas, maupun keluar mani meskipun sedikit. 

Dalam Islam adapula jenis mandi yang disunnahkan pada waktu-waktu tertentu. Imam Abu Syuja’ dalam kitabnya yang berjudul Al Ghayah Wat Taqrib menjelaskan setidaknya terdapat 17 macam mandi sunnah.

17 Mandi yang disunnahkan dalam Islam :


1. Mandi Shalat Jumat Bagi yang Menghadirinya

Mandi sebelum menunaikan shalat jumat hukumnya adalah sunnah. Adapun waktunya yakni bisa dilaksanakan mulai terbitnya fajar shadiq 


Adapun Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya mandi Jum’at diantaranya adalah hadits berikut

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ


“Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at, maka hendaklah ia mandi.” (HR. Bukhari no. 919 dan Muslim no. 845)

2. Mandi dalam Rangka Shalat Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Adapun waktunya mulai tengah malam. Penjelasan ini sesuai dengan hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى


Dari Nafi’, (ia berkata bahwa) ‘Abdullah bin ‘Umar biasa mandi di hari Idul Fitri sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang. (HR. Malik dalam Muwatho’ 426. An Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih)

3. Mandi dalam Rangka Shalat Istisqa' (meminta hujan)

Adapun waktu pelaksanaannya yaitu ketika orang yang sholat/ musholli , akan melaksanakan sholat, baik sholatnya sendiri, maupun berjama'ah.

4. Mandi dalam Rangka Shalat Gerhana Bulan

Adapaun pelaksanaannya yaitu ketika matahari atau bulan tertutup sedikit oleh bayangan ( التغير ). Tidak boleh melaksanakan mandi ketika matahari atau bulan masih tampak jelas ( انجلاء ).
 

5. Mandi dalam Rangka Shalat Gerhana Matahari

Adapaun pelaksanaannya yaitu ketika matahari atau bulan tertutup sedikit oleh bayangan ( التغير ). Tidak boleh melaksanakan mandi ketika matahari atau bulan masih tampak jelas ( انجلاء ).

6. Mandi Setelah Memandikan Mayat.

Keterangan ini sesuai dengan Hadis riwayat Imam Abu Daud dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda;

من غسل ميتًا فليغتسل ومن حمله فليتوضأ


Barangsiapa memandikan jenazah, maka hendaknya ia mandi. Dan barangsiapa membawanya, maka hendaknya ia berwudu.

7. Mandi Bagi Orang Kafir yang Masuk Islam.

Qais ibnu ‘Ashim menuturkan:

أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أريد الإسلام فأمرني أن أغتسل بماء وسدر


“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku ingin masuk Islam. Lantas beliau memerintahkan aku mandi dengan air dan bidara”

Mandi bagi orang non Islam yang masuk Islam hukumnya adalah sunnah. Apabila orang tersebut tidak junub atau tidak haid saat kafir. Namun jika junub atau haid, maka harus/ wajib mandi setelah masuk Islam. 

8. Mandi Bagi Orang Gila Bila Telah Sadar.

Kita harus memastikan orang gila tersebut tidak keluar sperma, jika keluar sperma, maka orang gila tersebut harus/ wajib mandi. 

9. Mandi Bagi Orang Pingsan Bila Telah Sadar.

Mandi bagi orang setelah pingsan hukumnya sunnah. Namun apabila orang tersebut mengeluarkan sperma, maka orang itu harus/ wajib mandi. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan dari Siti 'Aisyah RA 

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ فَقُلْتُ أَلَا تُحَدِّثِينِي عَنْ مَرَضِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ بَلَى ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ قَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ قَالَتْ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ فَذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ قَالَتْ فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ فَقُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالنَّاسُ عُكُوفٌ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُونَ النَّبِيَّ عَلَيْهِ السَّلَام لِصَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ


Dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah berkata, “Aku masuk menemui ‘Aisyah aku lalu berkata kepadanya, “Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang peristiwa yang pernah terjadi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit?” ‘Aisyah menjawab, “Ya. Pernah suatu hari ketika sakit Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam semakin berat, beliau bertanya: “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab, “Belum, mereka masih menunggu tuan.” Beliau pun bersabda, “Kalau begitu, bawakan aku air dalam bejana.” Maka kami pun melaksanakan apa yang diminta beliau. Beliau lalu mandi, lalu berusaha berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri, beliau kembali bertanya, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab, “Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan.” Kemudian beliau berkata lagi, “Bawakan aku air dalam bejana.” Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri kembali, beliau berkata, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab lagi, “Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan.” Kemudian beliau berkata lagi, “Bawakan aku air dalam bejana.” Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh dan pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri, beliau pun bersabda, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Saat itu orang-orang sudah menunggu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid untuk shalat ‘Isya di waktu yang akhir. (HR. Bukhari no. 687 dan Muslim no. 418)

10. Mandi Ketika Hendak Ihram

Keterangan ini berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّهُ رَأَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَجَرَّدَ لإِهْلاَلِهِ وَاغْتَسَلَ


“Ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas pakaian beliau yang dijahit, lalu beliau mandi.”


11. Mandi Karena Memasuki Mekkah.

Hal ini dianjurkan berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Nafi’ berkata:

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ لاَ يَقْدَمُ مَكَّةَ إِلاَّ بَاتَ بِذِى طَوًى حَتَّى يُصْبِحَ وَيَغْتَسِلَ ثُمَّ يَدْخُلُ مَكَّةَ نَهَارًا وَيَذْكُرُ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ فَعَلَهُ.

“Ibnu Umar tidak pernah memasuki kota Makkah kecuali ia bermalam terlebih dahulu di Dzi Thuwa sampai waktu pagi datang. Setelah itu, ia mandi dan baru memasuki kota Makkah pada siang harinya. Ia menyebutkan bahwa hal tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau melakukannya.” 
(HR. Muslim no. 1259)

12. Mandi Karena Wuquf di Arafah

Wuquf di Arafah biasanya dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari itu pula mandi menjadi kesunnahan bagi seseorang yang akan melaksanakan wuquf. Penjelasan ini sesuai dengan Hadits Ibnu Umar

عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ لِإِحْرَامِهِ قَبْلَ أَنْ يُحْرِمَ وَلِدُخُولِهِ مَكَّةَ وَلِوُقُوفِهِ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ


Dari Abdullah bin Umar mandi untuk ihram sebelum dia berihram, mandi untuk memasuki kota Makkah dan mandi untuk wukuf pada malam Arafah."

13. Mandi Karena Menginap di Muzdalifah

Mandi ketika menginap di Muzdalifah disunnahkan dalam kitab ini. Namun, menurut qoul yang lebih Shohih dalam hal ini tidak disunnahkan mandi.

14. Mandi Karena Melempar Tiga Jumrah pada Hari Tasyriq

Disunahkan mandi ketika hendak melempar jumrah karena akan berkumpul dengan saudara-saudara yang lain, sebagaimana disunahkan mandi pada hari jumat karena hendak berkumpul bersama di masjid. Sehingga orang yang melempar jumrah disunnahkan mandi setiap harinya satu kali setelah matahari zawal atau condong ke arah barat.

15. Mandi Karena Tawaf

Kesunahan mandi tersebut baik mandi untuk tawaf qudum, ifadhah, dan wada'.
Adapun mandi untuk tawaf qudum yaitu tawaf yang dilakukan ketika pertama kali sampai di Baitul Haram. Namun dalam hal ini Imam Nawawi dan Imam Rafi’i tidak menyebutkan kesunahannya, menurut mereka mandi untuk masuk Makkah bisa menggantikan mandi untuk tawaf qudum.
Adapun mandi untuk melaksanakan tawaf wada’ menurut Imam Syafi’i dalam Qaul Jadidnya berpendapat bahwa tidak ada kesunahan mandi ketika hendak tawaf ziarah dan tawaf wada, karena waktunya longgar dan umumnya tidak sampai ramai berdesakan seperti pada manasik lain. 

16. Mandi Karena Akan Melakukan Sa'i

Sa’i merupakan salah satu syarat rukun haji yang dimana para jamaah haji berjalan dari bukit shafa ke bukit marwah, begita juga sebaliknya. Sebanyak 7 kali para jamaah memulai perjalanan dari bukit shafa dan berakhir dibukit marwah.

17. Mandi Karena Mau Memasuki Kota Madinah.

Kota Madinah adalah tanah haram atau mulia sebagaimana kota Mekkah, sehingga ketika hendak memasuki kota Madinah disunahkan mandi dulu. Jika tidak memungkinkan, maka disunahkan mandi ketika hendak memasuki masjid nabawi.

Adapun tatacara mandi di atas, lebih utama jika mengikuti ketentuan dan tatacara sebagaimana mandi junub. Akan tetapi, mengguyur seluruh anggota tubuh dengan air saja sudah dinilai cukup.

Disarikan dari kitab التذهيب فى أدلة متن الغاية والتقريب dan menyingkap sejuta permasalahan dalam Fathul Qorib

(Mus/If)

1 komentar untuk " 17 Mandi yang Disunnahkan Dalam Islam Beserta Dalilnya"