Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Cara Mengatakan Tidak?, Ceritakan Kisah Perempuan Aceh dalam Bayang-bayang Kekerasan Seksual






Judul Buku : Bagaimana Cara Mengatakan Tidak? 

Penulis : Raisa Kamila

Penerbit : Buku Mojok

Cetakan : Pertama, September 2020

Tebal : 140 halaman 


Biliksantri.com - Sekilas membaca judul buku Bagaimana Cara mengatakan Tidak? karya Raisa Kamila  membuat saya berpikir buku ini merupakan kategori buku self improvement yang menyajikan suatu petuah dalam menolak suatu ajakan. 


Jauh dari judul nyentrik itu, buku berukuran 13x19 cm berwarna biru muda ini berisi kumpulan cerita pendek yang membahas identitas, seperti kesukuan, gender, dan agama. 


Kebanyakan cerita yang diangkat dalam buku ini adalah hal  sederhana seperti peristiwa mati lampu, gadis kecil yang memeram gigi tanggalnya, sekolah yang mewajibkan seragam berjilbab, murid pindahan yang tak punya teman, hingga mobil angkutan yang pecah ban di tengah jalan menanjak.


Dari sepuluh cerita yang ada, terdapat tiga cerita yang menurut saya sangat relate di tengah situasi yang terjadi saat ini. Khususnya isu pada perempuan. Cerita pertama yang menjadi sorotan tentunya sesuai dengan judul buku, 'Bagaimana Cara Mengatakan Tidak?'.


"Aku tidak terlalu suka setiap kali pipiku dicium oleh Papa, Mama, atau Oma. Rasanya lengket dan basah. Dan betapa mengerikan jika harus mengalami hal itu di bibir,  berkali-kali oleh orang yang tidak kamu kenal,......(128)"


Cerpen di bagian paling akhir ini bisa dibilang titik puncak dan menjadi bagian paling inti karena judulnya sesuai dengan judul bukunya 'Bagaimana Cara Mengatakan Tidak?'. Di bagian ini penulis menggambarkan pengalaman seorang gadis SMA yang dari kecil tumbuh dalam situasi tidak nyaman dengan berbagai cerita tentang pemerkosaan maupun pelecehan seksual pada perempuan. Situasi itu menjadikan ibunya sejak kecil memaksanya memakai celana pendek dibalik rok seragam sekolah untuk menghindari kemungkianan buruk terjadi. 


Jika disandingkan dalam kehidupan sehari-hari, memang benar, masih banyak orang tua yang menghindar dari topik seputar seks dan enggan memberikan edukasi yang memadai pada anak. Seperti cerita pada bagian ini, terlihat seorang ibu tidak memberikan edukasi seks sesuai dengan usianya namun memilih menghindar dengan memilih cari aman melalui celana pendek yang akan menjadi pelindungnya. Namun dengan pola asuh yang diterapkan seorang ibu kepada anak perempuan yang demikian, justru tidak akan menghilangkan traumatik pada si gadis. Pola asuh orang tua termasuk memberikan pendidikan seks pada anak memang penting apalagi di era digital saat ini. Apabila seorang anak tidak dibekali dengan pengetahuan yang memadai kemungkinan anak akan mencari tahu sendiri. Kondisi seperti itu seorang anak menjadi rawan memperoleh informasi yang salah dan bahkan menyesatkan. Hal itu yang menjadikan anak rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual. 



Sampai gadis itu duduk di bangku SMA, ia mendapati salah seorang teman satu asrama bernama Hawa. Hawa termasuk perempuan dalam kategori rajin dan berprestasi di sekolahnya. Namun tidak disangka setelah diketahui Hawa tidak pernah absen melakukan shalat selama dua bulan, sering mual dan pusing, Hawa hamil karena diperkosa berkali-kali oleh guru debat bahasa inggrisnya yang juga merupakan kakak kelasnya sendiri. 


Gadis itu merasa selamat dengan celana pendek di bawah rok yang selalu dipakainya atas perintah ibunya sejak kecil. Berbeda dengan temannya yang telah diperkosa itu, selalu mengabaikan dan menganggap memakai celana pendek dibawah rok itu konyol. 


Gadis itu tidak habis pikir karena temannya yang dianggap mampu menjaga diri, rajin, dan berprestasi itu bisa mengalami kesialan seperti cerita-cerita yang menghantuinya selama ini. Gadis itu begitu geram mengapa Hawa membiarkan laki-laki itu melakukannya berkali-kali?. Ia mendapatkan sebuah kegamangan yang sama ketika Hawa sudah menikah lalu ia tak kuasa menolak ajakan suaminya karena takut dianggap durhaka pada suami. (dominasi maskulin begitu terlihat pada sesi cerita ini). 


Meskipun cerita dalam buku ini fiksi namun isu yang diangkat benar-bener terjadi bahkan menjadi perbincangan hangat hingga saat ini. Dalam cerita ini timbulnya kasus pemerkosaan tidak hanya dialami oleh wanita yang sejak awal di cap negatif oleh masyarakat. Melesat dari hal itu, semua perempuan bisa mendapat kesialan yang sama. 


Dalam kasus pemerkosaan, di satu sisi perempuan menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak dilakukannya.  Selain itu, perempuan sebagai korban tidak hanya mengalami traumatis namun juga mendapat stigma negatif dari masyarakat. Di sisi lain laki-laki tidak menerima hukuman yang setimpal atas perbuatan yang dilakukannya, atau hanya menerima hukuman namun tidak melebihi jatuhnya harga diri seorang perempuan. 


Beranjak dari cerita ini, ada pula cerpen berjudul 'Cerita dari Sebelah Masjid Raya' juga mengisahkan gadis Aceh yang harus mengenakan jilbab, dan jika tidak maka ayahnya dianggap yang akan menanggung dosa karena anaknya tidak menutup aurat. Cerita ini menyoroti perubahan keadaan masyarakat yang semakin konservatif.


Hampir sama konteksnya seperti 'Cerita dari Sebelah Masjid Raya',  cerpen 'Cerita dari Belakang Wihara' juga mengisahkan tentang peraturan sekolah yang harus ditaati oleh gadis minoritas yang tidak mengenakan jilbab. 


Dari buku mungil ini menurut saya banyak sekali cerita dari buku ini mengandung kritik sosial mendalam, terlebih mengenai isu perempuan. 


Akhirnya, dari semua cerita yang ada di buku ini penulis berhasil membawa pembaca merasakan ketegangan yang terjadi atas peristiwa sederhana yang disajikan secara kritis nan apik. 


Meskipun sudah terbit dari 2020 lalu buku ini masih sangat relate untuk dibaca di tengah kegentingan situasi saat ini yang terus mengabarkan berita pelecehan seksual dan perlakuan semena-mena terhadap perempuan.  


Namun sayangnya, ada juga cerita yang penyampaiannya terasa nanggung dan ngegantung sehingga pembaca hanya menebak-nebak ke arah mana kelanjutan peristiwa yang diceritakan.



Ifa Rizki Purnamawati, Redaktur biliksantri.com, imstagram @ifarizkipw.

Posting Komentar untuk " Bagaimana Cara Mengatakan Tidak?, Ceritakan Kisah Perempuan Aceh dalam Bayang-bayang Kekerasan Seksual"