Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sunan Kudus, Toleransi dan Adab Pelajar di Era Digital






Biliksantri.com - Siapa yang tidak mengenal Sunan Kudus. Salah satu tokoh Walisongo penyebar agama Islam di tanah Jawa. Nama aslinya yakni Sayyid Ja'far Shodiq. Sebutan Sunan Kudus merupakan nama yang diambil dari daerah beliau berdakwah yaitu Kota  Kudus, Jawa Tengah.


Selama hidupnya, Sunan Kudus menimba ilmu dari ayahnya sendiri yaitu Raden Usman Haji. Sayyid Ja’far Shodiq juga dituturkan pernah berguru kepada Kyai Telingsing, seorang ulama yang berasal dari China. Beliau juga belajar kepada ulama-ulama terkenal diantaranya Sunan Kalijaga, Ki Ageng Ngerang, dan Sunan Ampel.  Kealiman Sunan Kudus dalam ilmu Tauhid, Fiqih, Ushuluddin, Mantiq dan bidang ilmu agama lainnya menjadikan beliau mendapat gelar Waliyul ilmi.


Hal ini mengarah pada kebijaksanaannya dalam berdakwah ketika berhasil menarik umat Hindu dan Budha masuk ke dalam Islam tanpa adanya paksaan. Dengan menggunakan cara berdakwah yang luwes (Rahimsyah, 2017: 81 – 85), pendekatan dari hati ke hati dan toleransi yang sangat tinggi, Sunan Kudus mengarahkan umat Hindu dan Budha masuk ke dalam budaya Islam dengan memanfaatkan simbol-simbol agama Hindu-Budha.


Pendekatan dakwah ini dipelajari Sunan Kudus dari Sunan Kalijaga. Ketika terjadi perselisihan internal di Kerajaan Demak, Sunan Kudus kemudian pindah ke kawasan Tajug. Tepat di kawasan ini, Sunan Kudus mendirikan masjid benama Al-Aqsha pada tahun 1549 Masehi dan pondok pesantren. Dari masjid inilah perjuangan Sunan Kudus mensyiarkan agama Islam dimulai.


Salah satu teknik yang digunakan Sunan Kudus dalam menarik simpati masyarakat adalah menyampaikan cerita bernuansa tauhid. Konon, Sunan Kudus menggugah cerita tauhid sedemikian rupa sehingga hal itu membuat masyarakat penasaran. Karena terdorong rasa ingin tahu, dengan sendirinya masyarakat selalu menghadiri pengajiannya tanpa harus dipaksa. (https://www.laduni.id/post/read/74232/biografi-sunan-kudus-jafar-sodiq# diakses pada 9 September 2023) 


Pelajar dan Belajar


Perjuangan Sunan Kudus yang begitu gigih dan bijak dalam menghadapi masyarakat, sepatutnya menjadi panutan bagi penuntut ilmu zaman sekarang. Pintar saja tak cukup, butuh proses serta akselerasi yang tepat dalam menghadapi berbagai persoalan sosial-budaya umat. Namun, penulis menggaris bawahi, setidaknya seorang harus memiliki bekal ilmu yang cukup sebelum terjun ‘kembali’ ke masyarakat.


Spirit keilmuan Sunan Kudus harus menjadi pola dasar, terlebih pelajar saat ini agar menguasai berbagai bidang ilmu. Semangat itu tercermin dalam ajarannya yang terkenal dengan sebutan “Gusjigang”. Kata “Gus” mengambil akhiran kata “Bagus” yang maksudnya bagus akhlaknya, “Ji” yang berarti rajin mengaji serta “Gang” yang berarti dagang.


Penjelasan singkatnya bahwa pelajar nantinya diharapkan mampu mengarungi kehidupan dunia diiringi tujuan akhirat. Selain itu, pelajar hendaknya mengikuti dawuh guru dan bersungguh sungguh untuk menggapai cita cita. Di dalam kitab Ta'limul Mutaallim dijelaskan bahwa modal paling pokok bagi pelajar adalah kesungguhan. Segala seuatu bisa dicapai asal mau bersungguh-sungguh dan bercita-cita luhur.


Seperti halnya Sunan Kudus menghadapi umat Hindu-Budha. Karena generasi saat ini dihadapkan tidak hanya itu, tetapi kemajuan teknologi yang membawa banyak dampak, baik positif dan negatif. Sehingga itu menjadi modal dalam motivasi belajar. 


Untuk itu ada beberapa adab belajar yang bisa kita terapkan agar mampu ‘menjinakan’ derasnya arus teknologi. Diantaranya saran dari K.H. Hasyim Asyari dalam Kitab Adab Alim Wal Mutaallim halaman 8 -9 yang bisa diaplikasikan adalah:

1. Bersihkan hati

Kebersihan hati merupakan hal pertama yang harus diperhatikan. Hal ini bertujuan agar ilmu yang akan diserap lebih mudah masuk.

2. Memperbaiki niat

Memperbaiki niat tidak kalah penting dari sebelumnya. Di dalam belajar semestinya diniatkan dengan niat yang baik, Paling baiknya berniat semata-mata mencari ridho Allah. Semisal menuntut ilmu untuk meraih jabatan, kedudukan, dan sebagainya jangan dijadikan prioritas.

3. Jangan tunda

Menyegarakan diri dimasa muda untuk belajar adalah salah satu dorongan yang layak untuk diperhitungkan, Karena dimasa muda otak lebih kritis dan belum banyak memikirkan kebutuhan layaknya orang dewasa. Sayang jika terlanjur repot dengan kebutuhan tetapi dimasa muda belum sempat menorehkan prestasi.

4. Bersahaja

Seorang penuntut ilmu sudah semestinya membiasakan hidup sederhana, menerima apa adanya (qana’ah), tidak hedonis dan bermewah-mewahan.

5. Mengatur waktu

Manajemen waktu sangat dibutuhkan untuk pelajar, serta menggunakan waktu itu sebaik baiknya. 


Selain di atas, ada beberapa faktor pendukung yang ikut andil bagi seseorang dalam menentukan sukses atau tidaknya dalam menuntut ilmu, baik di sekolah, pondok pesantren maupun di bangku perkuliahan. Faktor itu ialah orang yang belajar, guru dan orang tua yang masih hidup. Apabila ketiganya berkumpul, maka peluang keberhasilan seseorang akan lebih besar peluangnya.


Asyari (1924: 40) mengungkapkan bagi orang yang belajar ia harus bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Bagi seorang guru ia harus bersungguh-sungguh dalam mengajarkan ilmu kepada muridnya. Dan bagi orang tua harus bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki yang halal  dan mendoakan anaknya agar menjadi orang yang berhasil dalam menuntut ilmu. 

Disamping itu semua, saat ini banyak dari pelajar yang telah bersungguh-sungguh dalam menuntut itu tetapi tidak memperoleh kemanfaatan dari ilmunya.


Apa penyebabnya? Hal ini terjadi karena cara mereka dalam menuntut ilmu itu salah, terutama adab yang mereka tinggalkan. Seorang pelajar tidak akan memperoleh ilmu tanpa mau menghormati gurunya. 


Dengan cara ta'dzim atau hormat kepada ilmu dan guru, seseorang akan memperoleh kemanfaatan dari ilmu yang dipelajarinya. Karena pada dasarnya ada yang lebih penting daripada ilmu yakni adab atau akhlak. Sebab sebanyak apapun ilmu yang dimiliki oleh seseorang tanpa disertai dengan akhlak yang baik hanya akan menjerumuskan manusia itu ke perilaku yang tidak baik.


Contohnya banyak peperangan, perselisihan, kekuasaan yang sewenang-wenang dan kerusakan alam yang muncul karena kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi.


Oleh karena itu, hal yang paling dibutuhkan untuk peradaban manusia adalah adab. Ilmu memang penting tetapi adab lebih penting. Karena dengan akhlak yang baik akan menjauhkan seseorang dari sifat sifat yang tercela. 


Maka dari itu, salah satu sebab keberhasilan Sunan Kudus dalam berdakwah yakni dengan ilmu dan akhlak, yang bisa dijadikan teladan untuk anak muda saat ini.[]


Penulis merupakan siswi Kelas X MA Nurul Ilmi Bategede Nalumsari Jepara. Tinggal bersama orang tua di Desa Bategede RT 03/01 Nalumsari Jepara. Lahir pada 18 April 2008 lalu, penulis sering aktif di berbagai organisasi seperti OSIS dan Pramuka. Pada tahun 2021, pernah mengikuti Kompetensi Sains Madrasah (KSM) Tingkat Kabupaten dan mendapat peringkat ke-1 bidang IPS Terintegrasi. Keterangan lebih lanjut bias menghubungi WA 089 530 868 153

Posting Komentar untuk " Sunan Kudus, Toleransi dan Adab Pelajar di Era Digital"