Redefinisi Konsep Bernegara Mawardi: Aktualisasi Gagasan Al-Umm dalam Konteks Indonesia
![]() |
(Dok. istimewa) |
biliksantri.com - Pemikiran politik Islam memiliki sejarah panjang yang kaya dengan kontribusi pemikiran dari para ulama besar. Salah satu yang paling menonjol adalah Abu al-Hasan al-Mawardi, seorang ulama dan ahli hukum Islam abad ke-4 Hijriyah, yang menulis berbagai karya monumental tentang tata pemerintahan dan administrasi negara. Salah satu karya terkenalnya, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, memberikan fondasi sistematis tentang bagaimana negara seharusnya dijalankan dalam perspektif Islam. Namun, tak kalah penting adalah kontribusi beliau melalui kitab Al-Umm, yang memuat prinsip-prinsip tatanegara yang sangat relevan untuk direnungkan kembali dalam konteks kebangsaan Indonesia.
Konsep Dasar Bernegara menurut Al-Mawardi
Mawardi menekankan bahwa sistem pemerintahan Islam harus dibangun di atas tiga pilar utama: keadilan, ketaatan, dan kemandirian.
1. Keadilan menjadi inti utama dari keberlangsungan sebuah pemerintahan. Dalam pandangan Mawardi, keadilan bukan hanya dalam konteks hukum, tetapi juga dalam pelayanan publik, pembagian sumber daya, hingga perlakuan terhadap warga negara dari berbagai latar belakang. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan hak-hak rakyat terlindungi dan hukum ditegakkan tanpa diskriminasi.
2. Ketaatan dalam pandangan Mawardi merupakan jalinan antara rakyat dan pemerintah dalam semangat kepercayaan dan tanggung jawab. Ia menyebut bahwa pemerintah adalah wakil dari Tuhan dalam mengelola urusan umat, sehingga kepatuhan terhadap pemimpin bukan karena unsur paksaan, melainkan bagian dari ketaatan kepada nilai-nilai ketuhanan.
3. Kemandirian adalah bentuk keteguhan negara dalam menentukan arah politik, ekonomi, dan sosialnya tanpa bergantung pada kekuatan luar. Kemandirian ini menjadi syarat mutlak dalam menjaga kedaulatan dan integritas negara, sebuah pesan yang amat relevan di tengah globalisasi dan ketergantungan lintas negara saat ini.
Di samping itu, Mawardi juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang berkualitas, konsultasi atau syura, serta stabilitas keamanan sebagai fondasi sistem tatanegara Islam yang baik. Semua itu dimaksudkan agar tercipta masyarakat yang damai, adil, dan makmur.
Tatanegara dalam Al-Umm dan Spirit Kemaslahatan Umat
Dalam kitab Al-Umm, Mawardi memberikan panduan praktis dan teoritis mengenai struktur pemerintahan dalam Islam, termasuk penunjukan pemimpin (imam), mekanisme pengambilan keputusan, dan tugas-tugas administrasi negara. Ia tidak hanya menggambarkan bentuk-bentuk pemerintahan seperti kekhalifahan, emir, atau wazir, tetapi juga menekankan pentingnya etika kepemimpinan dan pelibatan masyarakat dalam pemerintahan.
Salah satu kontribusi pentingnya adalah menekankan bahwa tujuan utama dari pemerintahan adalah menciptakan kemaslahatan umat. Oleh karena itu, aspek sosial seperti perlindungan terhadap yang lemah, penghapusan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan pelayanan kesehatan termasuk dalam cakupan tanggung jawab negara.
Menerjemahkan Konsep Mawardi ke dalam Konteks Indonesia
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan sistem demokrasi yang kompleks, Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam membangun sistem pemerintahan yang adil, efektif, dan berkeadilan sosial. Konsep-konsep dari Mawardi tidak harus diadopsi secara literal, tetapi dapat menjadi sumber nilai dan prinsip dalam membangun sistem tatanegara yang kokoh.
1. Kepemimpinan yang Adil dan Bermoral
Pemikiran Mawardi mendorong pentingnya memilih pemimpin yang tidak hanya cakap secara teknokratis, tetapi juga memiliki integritas moral. Dalam konteks Indonesia, hal ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi, penguatan KPK, dan pembentukan pemimpin yang bersih dan melayani rakyat. Kepemimpinan yang adil akan melahirkan kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi pemerintahan.
Mawardi menekankan pentingnya syura atau musyawarah dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks Indonesia, ini dapat diwujudkan melalui penguatan demokrasi partisipatif, pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, serta keterbukaan pemerintah terhadap kritik dan aspirasi warga.
3. Pengakuan atas Keberagaman dan Perlindungan Hak Minoritas
Walaupun tulisan-tulisan Mawardi dilahirkan dalam konteks masyarakat Islam klasik, prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak-hak sosial tetap bisa diterjemahkan ke dalam konteks negara bangsa seperti Indonesia. Prinsip ini dapat digunakan untuk memperkuat semangat pluralisme dan inklusivitas, serta mencegah diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama maupun etnis.
4. Kemandirian dalam Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial
Gagasan kemandirian Mawardi dapat diterapkan dalam konteks penguatan ekonomi nasional, khususnya dengan membangun ketahanan pangan, energi, dan industri lokal. Pemerintah harus memastikan bahwa seluruh rakyat, terutama kelompok miskin dan rentan, mendapatkan akses terhadap sumber daya dan pelayanan dasar secara adil.
Menyatukan Tradisi dan Konstitusi
Pemikiran tatanegara dalam Al-Umm bukan hanya warisan sejarah, tetapi juga warisan nilai yang dapat memperkaya arsitektur kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai keadilan, kemandirian, dan integritas pemimpin dapat menjadi pondasi untuk memperkuat demokrasi Pancasila dan memperdalam etika bernegara yang berkeadaban.
Mawardi mengajarkan bahwa pemerintahan bukan semata-mata tentang kekuasaan, tetapi tentang tanggung jawab moral dan sosial terhadap rakyat. Di tengah tantangan global dan krisis multidimensi saat ini, pemikiran seperti ini patut untuk terus digaungkan dan dikontekstualisasikan demi terciptanya negara yang adil, sejahtera, dan bermartabat.
Penulis : Habby Luthfi Ulum Arham
Posting Komentar untuk " Redefinisi Konsep Bernegara Mawardi: Aktualisasi Gagasan Al-Umm dalam Konteks Indonesia"